SUKABUMI, Jelajahhukum.com _ Empat orang warga Kampung Legok Jabon Desa Cirendang Kecamatan Cikakak Kabupaten Sukabumi dilaporkan ke pihak kepolisian oleh PT Yanita Indonesia, perihal adanya tindakan pengancaman kepada utusan dari pihak PT Yanita Indonesia untuk penyelesaian masalah tanah yang digarap sebagai tumpangsari oleh masyarakat, serta penyerebotan atau pengusaha lahan HGU milik Perusahaan.
Hasil keterangan yang dihimpun di lapangan menyebutkan bahwa ke empat orang tersebut, satu orang di duga melakukan pengancaman dan 3 lagi sebagai penyerobotan atau penguasaan lahan secara tidak Syah.
Harna salah satu warga Kampung Legok Jabon yang di laporkan perusahaan perkebunan PT Yanita Indonesia merasa di kriminalisasi oleh perusahaan, karena dia serta tiga warga lainnya yang sama di laporkan merasa tidak bersalah.
"Iya betul sudah ada surat panggilan dari pihak kepolisian kepada saya dan ketiga warga lainnya. Saya di tuduh melakukan tindakan pengancaman terhadap petugas dari perusahaan PT Yanita," ucap Harna.
Harna pun menceritakan kronologis kejadian, bermula dari adanya informasi dari salah seorang warga kepada kita semua bahwa adanya rombongan petugas dari perusahaan yang mendatangi lokasi lahan garapan kita dengan membawa alat dan obat racun tanaman, guna untuk meracuni tanaman milik kita.
"Hal tersebut membuat warga penggarap di blok 9 marah, termasuk saya. Akhirnya kita bertemu dengan rombongan petugas dari perusahaan di tengah jalan selesai mereka dari lokasi, pihak perusahaan menyangkal bahwa akan meracuni tanaman dan babat lahan garapan. Pihak perusahaan berdalih hanya ingin mendata penggarap saja," papar Harna kepada Awak media, Jum'at (30/06/2023) di kediamannya.
Pernyataan dari pihak petugas itu yang menyulut emosi, lanjut Harna, masa mau mendata penggarap malah datang ke lokasi lahan garapan serta membawa Solo dan Blower, seolah-oleh mereka mau sawahnya di Roundup (di racun, sehingga tanamannya mati).
"Kalau memang meraka mau mendata, kenapa ga datang ke kampung atau ke rumah masing-masing penggarap atau berkoordinasi dengan desa untuk bisa mendata dan memanggil kami sebagai penggarap. Dari situlah saya tersulut emosi, sehingga mengatakan hal seperti yang di tuduhkan," terangnya.
Harna secara pribadi dan warga penggarap lainnya juga sama ikhlas dan sukarela menyerahkan lahan garapan kita kepada perusahaan apabila memang mau di pakai oleh perusahaan dan kita tidak di perbolehkan menggarap lagi.
"Kita tidak akan menghalangi apalagi mempertahankan garapan. Karena itu memang bukan milik kita, tapi milik perusahaan," ujarnya.
Harna juga menjelaskan bahwa dirinya lama bekerja di perusahaan PT Yanita sebagai Buruh harian lepas, makanya dia dan keluarganya mendapatkan izin menggarap lahan di blok 9 yang tidak dipakai perusahaan secara tumpang sari dan dia bersama warga yang lainya sudah puluhan tahun menggarap lahan tersebut sekedar buat makan sehari-hari.
Sementara itu, Kades Cirendang Abdul Ajid membenarkan adanya kejadian tersebut dan sangat menyayangkan pihak Perusahaan PT Yanita terlalu membesarkan masalah dan tanpa berkoordinasi dulu dengan pemerintah setempat.
"Saya menyesalkan, seharusnya pihak PT Yanita bisa menyelesaikan permasalahan ini ketingkat desa melalui musyawarah. Kan kita ada petugas Babinkamtibmas dan Babinsa, tidak seharusnya pihak PT Yanita langsung melaporkan warga kami kepihak kepolisian," ujar Abdul Ajid Kepala Desa Cirendang kepada Wartawan, Jum'at (30/06/2023).
Mengenai penyerobotan, lanjut Abdul Ajid, sebetulnya bukan penyerobotan. Masyarakat itu kan hanya tumpangsari, itupun sudah lama dan puluhan tahun yang lalu.
"Masyarakat pun menyadari apabila tanah tersebut diperlukan atau hendak dipergunakan oleh pihak Yanita, maka masyarakat siap untuk mengembalikan, sejak dari dulu pun komitmennya seperti itu," terang Abdul Ajid.
Kades Cirendang pun menjelaskan, Adapun pengancaman sebetulnya juga bukan pengancaman dari yang namanya Pak Harna. Pak Harna mengatakan begini terhadap petugas dari pihak PT Yanita, apabila sawahnya itu di Roundup (Racun Pembasmi Rumput) atau dimusnahkan, masyarakat mengancam dengan pembelaan, jadi apabila sawahnya di Roundup. Warga kami pasti toleransi misalkan sawah harus dihentikan mereka akan menghentikan.
"Kalau mau dihentikan, mereka para penggarap akan menghentikan. Tapi tunggulah sampai tuntas panen, permintaan masyarakat cuma itu, simpel saja sebetulnya masyarakat kami itu, tidak keras dan tidak ngotot," ungkap Kepala Desa Cirendang.
Dijelaskan oleh Kades, silakan dihentikan kalau memang betul -betul tanah tersebut mau dipergunakan oleh pihak PT Yanita. Itu kan statusnya terlantar sudah puluhan tahun, saya sendiri sebelum jadi Kepala Desa menyaksikan sendiri, karena memang itu dekat perbatasan dengan kampung saya dan saya tahu persis bahwa perkebunan tersebut memang terlantar.
"Sampai saat ini pun pihak PT Yanita tidak pernah memberikan Fasos Fasum untuk semua desa, selain itu pihak PT Yanita juga menggunakan fasilitas masyarakat seperti jalan-jalan kampung ketika memasuki areal perkebunannya," tegas Abdul Ajid.
Selaku kepala desa, dirinya akan terus mendampingi warganya terkait permasalahan ini.
"Ya saya akan terus mendampingi warga sampai permasalahan ini tuntas dan beres sehingga terang dan jelas," tandasnya.
Tim mencoba untuk mengkonfirmasi kepada pihak perusahaan perkebunan PT Yanita Indonesia yang beralamat Jalan Ciranca Desa Cileungsing Kecamatan Cikakak, tapi tak ada seorangpun yang bisa di temui. Jadi, sampai berita ini di tayanhkan belum ada konfirmasi secara resmi dari pihak perusahaan.
Reporter: A.Taopiq
Social Header